Pascasarjana IAIN Kediri Menyelenggarakan Internasional Conference And Call For Papers

semintar internasional 2022

Rabu, 16 November 2022. Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri telah menyelenggarakan kegiatan Internasional Conference And Call For Papers. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahunnya yang diselenggarakan oleh Pascasarjana IAIN Kediri. Kegiatan rutin ini diikuti oleh seluruh mahasiswa, dosen IAIN Kediri dan masyarakat umum secara daring melalui aplikasi Zoom dan offline di Aula Pascasarjana IAIN Kediri.

Ada 6 tokoh pembicara sebagai narasumber di kegiatan ini, yaitu Yang pertama Dr. H. Nur Kholis, S.Ag., SEI, M.Sh.Ec, Yang kedua Hakan Gülerce, director of the Harran University Migration Policy and Application Research Center (HÜGÖÇ), Yang ketiga Dr. H. Anis Humaidi, M.Ag (IAIN Kediri), Yang keempat Dicky Sofjan, MPP, M.A., PH.D, Yang kelima bapak Prof. Dr. Asmak Binti Ab Rahman,  dan yang keenam Prof. M. Mas’ud Said, Ph.D.

semintar internasional 2022

Dr. H. Nur Kholis, S.Ag., SEI, M.Sh.Ec dengan materinya “Utilizing Maqasid Syariah as a Tool in Developing Islamic Economics Science in Post Modern Era”, menjelaskan Kajian Maqasid Syariah tidak hanya sebatas memahami tujuan Syariah dengan memelihara lima kebutuhan dasar (iman, jiwa, harta, akal, dan keturunan), tetapi juga memahami teori-teori Syariah untuk mewujudkan Maqasid Syariah, filosofi dasar, rasionalitas , illat, rahasia tasyri’, dan metode lain untuk menemukan hukum Islam seperti teori analogi, illat, masalikul’illat, istihsan, maslahah mursalah, sadd al-zariah, ‘urf, istishab, takhrijul manath, tanqihul manath, tahqiqul manath, dan instrumen metodologi lainnya yang terkait dengan Maqasid Syariah, disertai teorema ushul fiqh terkait Maqasid Syariah. Konsep-konsep tersebut dapat diadopsi sebagai alat dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan keuangan Islam.

Hakan Gülerce dalam materinya beliau menyampaikan Modernitas: praktik baru dan bentuk institusional (sains, teknologi, produksi mustrial, urbanisasi), cara hidup baru (individualisme, rasionalitas instrumental sekularisasi), dan bentuk baru malaise/masalah (keterasingan, kesia-siaan, rasa akan datang pembubaran sosial) (Modern Social Imaginaries Charles Taylor). Modernitas ‘mengacu pada mode kehidupan sosial atau organisasi yang muncul di Eropa sekitar abad ketujuh belas dan seterusnya dan yang kemudian menjadi kurang lebih mendunia dalam pengaruhnya (Giddens, The Consequences of Modernity).

Dr. H. Anis Humaidi, M.Ag. menyampaikan Kewenangan syekh (kyahi) tarekat Salafi dalam menafsirkan materi keagamaan, dalam pidatonya berisi Dengan kewibawaan yang dimiliki kyahi dan kreatifitas dalam mengkomunikasikan ilmu, kyahi berperan penting sebagai mediator kebudayaan, yaitu meskipun pesantren memberikan teks-teks yang mengandung nilai-nilai radikal, namun kyahi mampu menyikapinya sesuai dengan konteksnya. situasi dan kondisi yang berlaku di Indonesia.

Dicky Sofjan, MPP, M.A., PH.D.dengan judul materi Religion, Science & Ethics: Transdisciplinarity and Systems of Knowledge. Beliau menyampaikan Pengetahuan (komitmen terhadap kebenaran) adalah kekuatan. Agama sebagai salah satu institusi manusia yang paling berkelanjutan serta Etika dalam konteks kemajuan ilmu pengetahuan. Persaudaraan manusia dan martabat sebagai dasar agama, ilmu pengetahuan dan etika. Transdisipliner dan apresiasi terhadap berbagai sistem pengetahuan.

Prof. Dr. Asmak Binti Ab Rahman dalam pidatonya dengan judul “The Prohibition Of Usury In Judaism, Christianity And Islam: Lesson Learnt” berisi Riba Dalam Yudaisme, Kekristenan dan Islam Salah satu jenderal umum pemahaman dari ini tiga agama adalah larangan dari riba yang dapat ditemukan dalam kitab suci mereka.

Selanjutnya, Prof. M. Mas’ud Said, Ph.D. dalam materinya dengan judul “Nilai Agama Sebagai Basis Etik Dan Moral Pemerintahan” yang berisi Menjadikan Islam sebagai basis moral kebangsaan seringkali terpeleset dengan membawa politik dan pemerintahan kita kearah politisasi agama. Nilai Pancasila dipertentangkan dengan nilai luhur Islam, padahal nyatanya Pancasila itu Islami, 5 sila dalam Pancasila bukanhah mani’ atau negasi ajaran Islam. Nilai luhur kebersamaan tergerus oleh sikap individualisme dan sikap ananiyah, eksklusifisme.  Nilai luhur kesetiakawanan sosial tergerus oleh materialisme. Sikap saling tolong menolong ditindas oleh sikap tidak peduli dan acuh tak acuh. Sedikitnya uswah hasanah dalam Politik dan Pemerintahan. Bahkan di institusi pemerintahan terdapat situasi yang memaksa birokrat yang secara individual salehpun bisa korup dan penghalalan atas segala cara, berlindung pada kekuasaan dan legalisasi korupsi dengan peraturan yang dibuat untuk itu. (RFA)

About author

WebDev

web developer, movie lover, creative seeker, and proud to be nerd :)